Sahabat Peradaban Kasih UC News terkasih. Berepa kawan bertanya kepadaku, “Kapan romo menulis, kok tulisan tiada henti-hentinya mengalir setiap hari, bahkan sehari bisa sampai lima atau enam kali? Bahkan di saat sakit pun tetap menulis dan menulis. Apa rahasianya?” Inilah jawabannya, semoga menginspirasi dan memotivasi Anda!

Referensi pihak ketiga
Mengapa saya menulis? Menulis itu tak sekadar sebuah kegiatan biasa. Menulis merupakan bagian dari disiplin rohani yang sejati. Saya tidak pernah menulis demi mendapatkan – maaf – uang atau honor atau royalti. Saya menulis karena ingin menghayati makna menulis sebagai sebuah disiplin rohani yang sejati.

Referensi pihak ketiga
Di sini saya ingat pesan Romo Henri J.M. Nouwen. Beliau menulis begini.
“Dengan menulis, kita dibantu untuk memusatkan perhatian, bersentuhan dengan gejolak hati, menjernihkan budi, menata perasaan yang simpang-siur, merenungkan pengalaman kita, mengungkapkan penghayatan hidup dengan kemampuan seni, dan menyimpan peristiwa-peristiwa yang penting dalam ingatan kita. Itulah sebabnya, kegiatan menulis dapat menjadi suatu disiplin rohani yang sejati!” (Henri J.M. Nouwen, 2003)
Itu juga yang saya hayati dan hidup selama ini. Dengan menulis hal-hal sederhana yang terjadi dalam hidup kita, kita bisa menyelamatkan dan memaknai peristiwa-peristiwa itu. Entah pengalaman poistif, entah negatif, semua bisa diberi makna dengan menuliskannya. Menulis juga menjadi bagian dari upaya untuk mengendapkan setiap pengalaman yang terjadi dan menyimpannya dalam arsip kehidupan kita. Endapan-endapan pengalaman itu menjadi bagian dari sejarah kehidupan kita.

Referensi pihak ketiga
Bahkan, yang kita tulis dan bisa dibaca oleh orang lain, akan memiliki makna penting pula. Kegiatan menulis kita pun memberi manfaat bagi siapa yang saja yang membacanya dan terbuka untuk memetik inspirasi dan motivasi darinya. Karenanya, sebagai bagian dari disiplin rohani sejati, menulis tak hanya menyelamatkan diri sendiri; melainkan juga bisa menyelamatkan orang lain yang membacanya.
Menarik bukan? Maka, jangan pernah menulis hanya karena profit-and-money oriented! Menulislah sebagai bagian dari penghayatan sisi hidup rohani yang sejati! Itulah yang juga menjadi bagian dari peradaban kasih kita! So, salam peradaban kasih. Teruslah menulis dan menulis! Terima kasih kasih. Tuhan memberkati.***