Sahabat Peradaban Kasih yang terkasih. Inilah kisah nyata yang inspiratif dari tradisi Katolik. Dari kisah hidupnya, kita bisa belajar memotivasi diri untuk teguh dalam iman dan kebenaran yang kita yakini, apa pun agama dan kepercayaan kita.

Referensi pihak ketiga
Namanya Sirilus. Ia lahir di Kapadokia, Asia Kecil pada abad ke-3. Sejak masih muda, ia memeluk agama Kristen Katolik. Ayahnya yang bukan anggota Kristiani tidak setuju bahwa anaknya memeluk agama Kristen Katolik. Ia pun menyiksa Sirilus dengan berbagai cara agar dia bisa murtad kembali.
Namun, Sirilus tetap teguh memeluk imannya. Ia tidak gentar menerima perlakuan kejam ayahnya. Perlakuan kasar sang ayah justru kian menambah semangat imannya. Ia sedih justru karena ayahnya tidak menerima dan menghormati keputusan dan kemerdekaannya.

Referensi pihak ketiga
Akibatnya, ia diusir ayahnya dari rumah dan kemudian dihadapkan ke pengadilan karena imannya itu. Namun, ia tak takut sedikit pun. Ancaman hakim tak melunturkan imannya. Bahkan ia juga menolak saat hakim meminta agar ia pulang ke rumah dan meminta maaf kepada sang ayah. Sirilus tidak goyah. Ia justru berkata, “Karena imanku, aku telah diusir dari rumah oleh ayahku. Aku meninggalkan rumah dengan gembira, sebab aku mempunyai tempat tiaggal lain yang lebih mulia yang sedang menantiku“.
Sirilus pun diseret ke sebuah api unggun, dengan ancaman hendak dibakar hidup-hidup. Namun imannya tak meredup. Justru, ia memprotes penundaan hukuman atas dirinya. Itulah sebabnya hakim itu menjadi sangat marah dan menyuruh serdadu-serdadu memengal kepalanya. Begitulah Sirilus mati sebagai martir dalam kesetiaan pada iman dan kebenaran yang diyakini dan dihidupinya.

Referensi pihak ketiga
Pesan yang bisa kita petik: alangkah indah dan gagah bila kita tetap teguh setia pada iman dan kebenaran yang kita yakini, apa pun agama kita; tanpa harus menghina dan menghujat agama lain. Mari kita menghayatinya! Salam peradaban kasih. Terima kasih. Tuhan memberkati kita semua.***