Sahabat Peradaban Kasih yang terkasih. Kematangan dan kedewasaan rohani seseorang itu tampak dalam sikap ini. Dicacad ora gela, dialem ora mongkog. Kok bisa? Apa makna kearifan lokal falsafah Jawa ini?
Referensi pihak ketiga
Makna dari falsafah itu nyata dalam diri orang yang sudah mampu hidup dalam kedewasaan rohani. Ia mampu menempatkan diri sebagai pribadi yang tak haus pujian dan perhatian. Ia tak hancur oleh hinaan orang.
Pribadi yang demikian hanya melakukan kebaikan demi kebaikan tanpa haus pujian. Yang diyakini baik untuk dilakukan, dilakukanlah tanpa pamrih. Bahkan ia tidak pernah gundah meski dicemooh, dicacat, dicela dan dihina. Ia tetap fokus untuk melakukan yang terbaik bagi orang lain.
Referensi pihak ketiga
Niat baik adalah fokus hidupnya. Melakukan yang terbaik adalah tujuan pelayanannya. Pribadi semacam ini seakaan sedang menghayati sabda Tuhan yang mengatakan, “Begitu juga kalian. Kalau kalian sudah melakukan semua yang diperintahkan kepadamu, katakanlah:Kami hanya pelayan biasa; kami hanya melakukan kewajiban kami.” (Lukas 17:10)
Entah dipuji, entah dicaci, entah diberi ucapan terima kasih, entah dicuekin; ia tetap berkarya dan melayani seperti biasa. Bahkan atas karya-karya yang bisa dinilai besar dan spektakuler, ia tetap biasa saja karena semua dilakukan hanya dalam rangka melayani, mengabdi dan mengembangkan bakat dan talentanya untuk manusia dan untuk bangsa.
Referensi pihak ketiga
Demikianlah pemaknaan kearifan lokal ini bisa diuraiakan. Semoga bermanfaat. Salam peradaban kasih. Terima kasih. Tuhan memberkati kita semua.***
