Sahabat Peradaban Kasih yang terkasih. Ada kearifan lokal Jawa yang tak berupa kalimat atau falsafah peribahasa melainkan berupa kisah kehidupan sosok pribadi. Nah, yang seperti apakah? Dari pada penasaran, kita simak yuk kisahnya.

Referensi pihak ketiga
Kisah inspiratif penuh kearifan lokal ini berpusat pada tokoh wiracarita Mahabharata. Ia terlahir dengan nama Dewabrata dan di kemudian hari dikenal dengan nama Resi Bisma, tokoh utama Mahabharata. Kisah hidup putra Prabu Santanu dan Dewi Gangga ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi siapa saja yang hendak mempersembahkan hidupnya demi pelayanan kemanusiaan dan pengabdian kepada Tuhan. Mengapa?
Bukan karena tak berminat, namun demi fokus pada pengabdian kemanusiaan dan pelayanan kepada Sang Hyang Widhi, pria waskitha yang bergaris sebagai kakek Pandawa dan Korawa ini bersumpah setia tidak akan menikah seumur hidupnya. Nama Bisma sudah penuh dengan makna atas tekad hidupnya. Kok bisa ya?

Referensi pihak ketiga
Dalam bahasa Sansekerta, Bisma berarti “Dia yang sumpahnya hebat dan dahsyat”. Ia lepaskan segala hasrat untuk hidup wadat dan melarat, yakni dengan bersumpah setia tidak akan menikah dan tak akan pula mewarisi harta dan tahta kerajaan yang menjadi haknya. Karena alasan itulah, maka nama masa kecil dan mudanya Dewabrata diubah menjadi Bisma. Ia menghayati hidup bhisan pratigya, yakni bersumpah membujang seumur hidupnya serta tidak akan mewarisi harta dan tahta kerajaan ayahnya, meski ia berhak mendapatkannya. Bahkan, semua itu dilakukan melulu demi menghindarkan perselisihan antara dirinya dan keturunannya seandainya dia menikah dan berkeluarga dengan keturunan Dewi Setyawati, yang adalah ibu tirinya.
Ketulusannya itulah yang membuat Bisma bersahabat dengan Sang Dewa Waktu, hingga dia berhak menentukan saat kematiannya sendiri. Ia mahir di bidang politik perang dan keprajuritan. Namun, ia tak menggunakan kepandaiannya itu demi membunuh lawan-lawannya. Justru karena itulah, baik Pandawa maupun Korawa sangat segan dan menaruh hormat padanya.

Referensi pihak ketiga
Kematiannya pun indah dalam cara. Ia gugur dalam Bharatayudha di Kurusetra akibat serangan panah Srikandi dan Arjuna. Srikandi menyerang Bisma dengan panahnya, namun Bisma tidak melawannya. Saat panah-panah Arjuna menembus baju zirah dan tubuhnya, Bisma roboh namun raganya tak menyentuh tanah karena ditopang oleh panah-panah yang tertancap di tubuhnya. Sesuai dengan persahabatannya dengan Sang Dewa Waktu penentu kematiannya, Bisma baru wafat sesudah boleh menyaksikan kemenangan Pandawa atas Korawa, bahkan hembusan nafasnya yang terakhir diiringi dengan nasihat-nasihat kebajikan kepada Yudistira di penghujung Perang Bharatayudha.
Tekad Bisma untuk hidup wadat dan melarat itulah yang menginspirasi siapa saja yang bersumpah setia untuk mengabdi Tuhan dan melayani sesama. Yang dialami oleh Bisma itu juga pernah disabdakan oleh sosok Yesus bahwa ada orang yang tidak menikah demi Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu diabdi dan dilayani oleh pribadi-pribadi yang bertekad seperti Bisma dalam kearifan lokal Jawa itu.