Sahabat Peradaban Kasih yang terkasih. Kearifan lokal falsafah Jawa berikut ini masih sangat relevan untuk kita renungkan saat ini. Kita masih sering melihat dan mengalaminya loh. Ingin tahu yang seperti apa? Ini dia!

Referensi pihak ketiga
Ambeg angkara murka budi candala. Begitulah bunyi kearifan lokal falsafah Jawa yang menjadi pitutur luhur bagi kita. Apa arti dan maknanya?
Kearifan lokal itu menunjuk pada orang jahat. Ia berwatak angkara murka, yakni mudah sekali terbawa emosi dan tertumpah dalam amarah! Bahkan, sikap ambeg angkara murka bisa sampai menimbulkan pertumpahan darah loh. Ngeri bukan?

Referensi pihak ketiga
Orang yang berwatak seperti itu lebih sering membuat masalah. Ia hobi bikin onar dan kisruh tak hanya dengan kata-kata kasar tetapi juga bikin gaduh. Ia juga suka memilih jalan kekerasan untuk mengatasi suatu persoalan. Pokoknya ngeri deh.
Tapi ingat, seiring dengan kecerdasan sosial, masyarakat kita cenderung tidak senang dengan orang-orang model seperti itu. Mereka pasti dijauhi oleh rakyat. Cepat atau lambat orang-orang berwatak demikian akan nyungsep sendiri.

Referensi pihak ketiga
Nah, alih-alih mengembangkan watak suka marah-marah dan bikin gaduh, mengapa tidak memilih bersikap ramah dan bikin teduh? Caileee, bisa loh kita semua memilih yang kedua. Itu berarti kita sudah meninggalkan watak ambeg angkara murka budi candala. Selamat deh kalau demikian. Berarti peradaban kasih pun kian terwujud. Jadi, salam peradaban kasih. Terima kasih. Tuhan memberkati kita semua.***