Sahabat Peradaban Kasih yang terkasih. Inspirasi falsafah dan kearifan lokal Jawa itu memotivasi siapa saja untuk berserah kepada Tuhan dan percaya bahwa yang diberikan Tuhan adalah yang terbaik. Percaya saja! Bagaimanakah?

Referensi pihak ketiga
Pertama-tama, untuk sampai ke sana perlu kawicaksanan (kearifan). Kawicaksanan dititi dengan rasa ayem tentrem, yakni rasa aman dan damai. Selanjutnya, kawicaksanan dihayati melalui sikap ora nggrangsang, yakni tidak mengumbar hawa nafsu mau memiliki yang bukan haknya. Kalau memang Tuhan menghendaki, pastilah semua yang baik yang dirindukan manusia akan terjadi begitu saja, asal percaya. Bahkan kerap terjadi di luar nalar dan dugaan manusia.

Referensi pihak ketiga
Akhirnya, dua hal ini penting, yaitu ora ngaya atau tidak memaksakan kehendak diri pribadi; dan tansah sumeleh, yakni bersikap tenang teduh tanpa bersikap gaduh. Dengan semua sikap itu, manusia dibawa untuk mengalami hadirat Tuhan yang dekat (imanen) meski pada dasarnya keberadaanNya itu juga transenden.
Jadi, bersikap rila sabar lan nrima ing pandum, itulah puncak kawicaksanan. Dalam kondisi ini tak ada yang namanya protes atau berontak, apalagi menyalahkan Tuhan sebagai tak adil kepada titahNya. Tuhan selalu adil dan peduli bahkan hatiNya selalu tergerak oleh belas kasihan kepada umatNya, yang mungkin seperti kawanan domba tanpa gembala. Mengapa? Sebab Tuhan selalu dan pasti peduli serta memberikan yang terbaik kepada umatNya. Mengapa masih ragu? Percaya saja!

Referensi pihak ketiga
Demikian, terima kasih. Salam peradaban kasih. Tuhan memberkati kita semua dengan HatiNya yang tergerak oleh belas kasihan kepada kita.***
JoharT Wurlirang, 22/7/2018
Sumber: refleksi pribadi terinspirasi 2Mistik Kejawen (2018:67) dan teks Markus 6:30-34
Sumber https://idstory.ucnews.ucweb.com/story/3246874305286316?uc_param_str=dnvebifrmintcpwidsudsvnwpflameefutch&url_from=wmconstomerwebsite&stat_entry=personal&comment_stat=1