Sahabat Peradaban Kasih yang terkasih. Dalam mengikuti aksi bela rasa bagi Ibu Meiliana (Taman Pandanaran, 28/8/2018), terlintas dalam pikiran saya falsafah Jawa ini. Kacakra bawa. Falsafah ini dari kata cakra bawa yang artinya dugaan, dakwaan atau prasangka. Kacakra berarti dicurigai, didakwa, disangka melakukan tindakan buruk. Ini terkait dengan keadilan!

Referensi pihak ketiga
Itulah yang terjadi dengan Ibu Meiliana bahkan hingga divonis 18 bulan penjara karena dakwaan menista agama hanya gara-gara mengeluh tentang suara adzan dari masjid yang suaranya terlalu keras. Dakwaan dan putusan yang tidak adil akan membuat yang bersangkutan menderita dan sengsara lahir maupun batin.

Referensi pihak ketiga – dari kanan: Tjahjadi, Gus Ubadillah, Pdt Andi, saya dan Setyawan Budy
Dari kata cakra bawa lalu muncul falsafah nyakra bawa. Artinya, orang dengan semena-mena mendakwa sesamanya tanpa dasar dan bukti yang jelas. Itulah yang kiranya sedang terjadi dalam peristiwa Ibu Meiliana. Bagaimana mungkin sebuah keluhan personal ditarik menjadi kesimpulan dakwaan bahkan putusan penistaan agama? Karena itulah, maka, Pelita (Persaudaraan Lintas Agama) Semarang yang dikoordinir oleh Setyawan Budy dan didukung sejumlah tokoh lintas agama mengadakan aksi bela rasa bagi Meiliana yang sedang kacakra bawa dalam kasus ini. Cakra bawa hanya bisa dilawan dengan kasih demi keadilan. Namun, masih adakah kasih dalam lembaga peradilan kita?

Referensi pihak ketiga
Semoga aksi ini menginspirasi siapa saja untuk bersikap adil dan dewasa dalam menghayati imannya, apa pun agama dan kepercayaannya. Semoga pula keadilan ditegakkan di negeri ini dan tak akan ada lagi korban pasal penistaan agama di Nusantara ini.
Terima kasih Mas Wawan, Mas Damar, Mas Musho, Mas Munif dan semua saja yang terlibat dalam mempersiapkan dan pelaksanaa aksi bela rasa ini. Tuhan memberkati. Salam peradaban kasih.***