Sahabat Peradaban Kasih yang terkasih. Dalam tradisi Yahudi hari Sabat adalah hari istirahat. Sebetulnya, maksud adanya hari Sabat bagi orang-orang Yahudi adalah untuk mengingat dan merefleksikan hubungan perjanjian khusus mereka dengan Allah. Allah telah membebaskan mereka dari perbudakan dan memberi mereka istirahat.

Referensi pihak ketiga
Namun, dalam perkembangannya, orang-orang Farisi berfokus pada “apa yang tidak dilakukan pada hari Sabat”. Mereka gagal melihat makna positif Sabat yakni melihat ”apa yang harus dan bisa dilakukan pada hari Sabat” yakni mengalami dan merenungkan kasih Allah yang menyelamatkan!
Yesus menegaskan makna positif dari Sabat, yakni menghadirkan karya keselamatan bagi siapa saja yang membutuhkan belas kasih dan kerahiman Allah. Selanjutnya, dalam tradisi Kristiani, pada hari Minggu, kita harus lebih fokus pada apa yang harus kita lakukan untuk menerima Kristus dengan layak. Maka hal-hal sekunder tidak akan mengalihkan kita dari apa yang esensial.

Referensi pihak ketiga
Dalam diri Yesus Kristus, Allah memiliki hubungan khusus dengan kita. Allah telah membebaskan kita dari perbudakan dosa berkat sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus. Kristus terus mencintai kita dan meminta agar kita mencintai-Nya dan orang lain dengan sepenuh hati.
Pertanyaan refleksi bagi yang beragama Kristiani: pada hari Minggu, apakah saya mengingat kembali hubungan perjanjian saya dengan Tuhan kita? Apakah saya sadar dan berterima kasih atas semua hal baik yang telah ia lakukan dan terus lakukan untuk saya? Apakah Tuhan mendapat tempat pertama untuk saya pada hari Minggu?

Referensi pihak ketiga
Demikian, semoga bermanfaat. Terima kasih. Tuhan memberkati. Salam peradaban kasih.***
Kampus Ungu Unika Soegijapranata, 19/7/2019
»̶·̵̭̌·̵̭̌✽̤̈̊•Ɓέяќǎђ•Đǎlєm•✽̤̥̈̊·̵̭̌·̵̭̌«̶
Sumber: Refleksi pribadi berdasarkan Bacaan Liturgi 19 Juli 2019 Hari Biasa, Pekan Biasa XV Mateus 12:1-8