Sahabat Peradaban Kasih UC We-Media yang terkasih, dewasa ini kita mengarungi lautan kehidupan yang penuh dengan gelombang informasi yang menghantam kita tanpa pandang bulu. Hari-hari ini, saya sedang merenungkan, apa makna dunia sistem informasi, khususnya media sosial, bagi diri saya sendiri dan juga dalam kehidupan kita bersama. Apa hubungan ibu jari kita dan sikap apresiasi kita di dunia medsos? Ternyata, kita bisa saling mengapresiasi hanya dengan menggunakan ibu jari kita di dunia medsos. Namun tampaknya, hal ini tidak mudah untuk dilakukan. Mengapa?Pemilik hak cipta: Aloys Budi Purnomo Pr
Saya sangat terkesan bahwa dalam dunia medsos, ada tanda ibu jari (jempol) untuk menyatakan suka (like) atas sesuatu yang dihadirkan di ruang medsos kita. Saya pun bertanya: Seberapa banyak saya sudah memberikan tanda “like” alias suka. Mana jempol kita untuk hal-hal baik yang dihadapkan pada kita?
Menurut saya, cara mengukur apakah kita ini murah hati atau tidak, penuh kasih atau tidak, berperhatian pada sesama atau tidak, secara sederhana dan dengan mudah bisa kita lihat melalui cara kita memberikan tanda “like” atau suka atas apa yang dihadirkan kepada kita. Saat kita mendapatkan berita baik, pencerahan yang positif atau tambahan ilmu baru yang bermanfaat, sesudah kita membacanya atau melihatnya (bila itu melalui youtube), apakah kita segera memberikan tanda suka? Atau kita hanya melihat saja tanpa perasaan, tanpa perhatian, atau bahkan bersikap cuek saja.
Saat kita menerima berita bohong atau hoax, dengan mudah kita men-share berita itu bahkan saat kita sendiri belum membacanya. Dengan begitu, tanpa kita sadari, kita sudah menjadi penyebar kabar buruk yang merusak kehidupan bersama. Sebaliknya, saat kita menerima kabar baik, kita tidak peduli, membiarkannya, bahkan mungkin membukanya pun tidak. Inilah realitas yang bisa dicermati dan diakui dengan jujur.

Pemilik hak cipta: Aloys Budi Purnomo Pr
Ketika kita menerima berita tentang kekerasan, intoleransi, atau hoax apa pun, serta merta kita memberi tanda suka dan lalu membagikannya, tanpa menyadari bahwa cara itu sudah merusak kehidupan bersama. Sebaliknya, saat kita menerima berita baik, tentang kerukunan, tentang persahabatan, tentang kasih persaudaraan, jangankan membagikannya, membutuhkan tanda suka pun kita enggan. Pelit amat ya.
Karenanya, salah satu hal yang bagi saya penting disadari di arus gelombang media sosial dan sistem informasi adalah perlunya menggunakan ibu jari untuk memberikan apresiasi. Mari kita bubuhkan tanda jempol (ibu jari)-mu atas hal-hal yang positif yang disodorkan di ruang medsos kita. Hal yang mudah untuk dilakukan, namun sulit kita wujudkan.
Perhatikanlah misalnya, saat kita melihat video tertentu. Viewers-nya biasanya tidak sebanding dengan likers-nya. Youtube yang menampilkan informasi atau lagu tertentu dilihat oleh ribuan bahkan puluhan ribu atau bahkan jutaan, tetapi yang memberi tanda like tak sebanyak yang melihat. Malah selalu ada tangan tak kelihatan yang sengaja memberikan tanda tidak suka bahkan atas hal-hal yang secara obyektif sebetulnya baik. Dunia sistem informasi pun menjadi aneh.
Karena itu, melalui refleksi sederhana ini, saya ingin mengajak kita semua bertanya pada diri sendiri: Seberapa mudah aku memberikan apresiasi atas hal-hal yang kuterima melalui dunia medsos saya? Seberapa banyak saya memberikan tanda suka atas hal-hal yang kita baca atau lihat melalui medsos kita?
Semakin banyak kita ikhlas memberikan tanda suka (jempol), itu pertanda bahwa kita muda mengapresiasi dan menghargai sesama kita. Semakin pelit dan sulit memberi tanda suka, itu pertanda bahwa sesungguhnya kita ini orang yang pelit, tak peduli atau malah jangan-jangan tak punya hati sehingga tidak pula memiliki perhatian.
Demikian, semoga refleksi sederhana ini bermanfaat dan menginspirasi kita dalam membangun sikap hidup yang baik melalui dunia medsos kita. Dengan demikian, medsos tak hanya dipergunakan secara dangkal, melainkan membantu kita membuat suatu diskresi moral.
Salam peradaban kasih. Terima kasih. Tuhan memberkati.***
Kampus Ungu Semarang, 6/3/2018
Sumber: refleksi pribadi.