Sahabat Peradaban Kasih UC News yang terkasih. Sekitar dua jam, aku terhibur oleh kehadiran sahabat-sahabat baruku, dua belas mahasiswa-mahasiswi dari Ekonomi Muamalat Unwahas (Universitas Wahid Hasyim) Semarang ke pastoranku (Kamis, 5/4/2018). Sebagaimana sudah kusebut dalam artikel berjudul “Dahsyat! Mereka Mendapat Anugerah Pengalaman Mistik” terbit 2018/04/05 12:14; mereka datang bersama dosennya yakni Dr. Tedi Kholiludin, sahabatku. Inilah jadinya pertemuan itu.

Referensi pihak ketiga
Ketika mereka datang berdua belas, lalu duduk saling berhadapan dengan saya dan Gus Tedi di tengah; saya nyeletuk, “Wah, dua belas orang ya, kayak dua belas rasul Yesus…” Mereka tidak tersinggung, justru terbahak. Gus Tedi memberi pengantar. Tanpa basa-basi, saya langsung dipersilahkan memandu mereka dalam bahasan tentang spiritualitas dalam tradisi Gereja Katolik.
“Silahkan dinikmati makanan kecilnya. Itu sudah saya pesan. Halal. Makanya dos-nya berwarna hijau biar sewarna dengan NU.” Saya mengawali sharing dengan mempersilahkan mereka menikmati makanan kecil yang sudah saya pesan untuk mereka. Mereka tertawa mendengar gurauan saya itu.

Pemilik hak cipta: Aloys Budi Purnomo Pr
Gus Tedi rupanya sudah membaca artikelku yang diterbitkan di platform UC News itu. Artikel itu dishare kepada mereka. Dengan bahan itu pula saya mulai berbicara tentang spiritualitas Katolik. Sutambahkan dalam kesempatan itu, dasar alkitabiah spiritualitas Katolik dengan mengutip Lukas 4:18-19.
“Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” (Lukas 4:18-19)
Maka, spiritualitas Katolik bukan spiritualitas individual, melainkan harus berbuah dalam praksis sosial-ekonomi, bahkan politik yang memerdekakan dan menyejahterakan. Spiritualitas mistik itu spiritualitas liberatif, yang membebaskan sesama dan semesta. Persatuan mesra dalam kasih dengan Tuhan harus berbuah dalam perjuangan pemerdekaan, kesejahteraan, keadilan dan kebahagiaan hidup bersama. Itu pokok gagasan yang kuterangkan selain dari bahan yang sudah dimuat di UC News itu.

Pemilik hak cipta: Aloys Budi Purnomo Pr
Tibalah sesi tanya jawab dan dialog yang berlangsung inspiratif dan menarik. Ato bertanya tentang peran Gereja Katolik dalam bidang sosial-ekonomi. Ibnu bertanya tentang makna persatuan dengan Tuhan. Yuli bertanya tentang arti pengampunan di dunia dan di akhirat. Suhan bertanya tentang keseimbangan mistik, apakah hidup jomblo seperti Romo menjadi syarat untuk itu. Riska bertanya tentang mengapa orang Katolik hanya beribadah pada hari Minggu dan tidak ada sholat 5 waktu. Evi bertanya tentang stigmata dan mujizat inkeraptibilitas atau ketidakhancuran tubuh yang terjadi pada diri Padre Pio. Uswatun bertanya tentang syarat-syarat untuk menjadi Romo. Rifki menanyakan apakah ada paham tentang kodrat dalam tradisi Katolik.
Saya menjawab setia pertanyaan mereka dengan jujur, sebab mereka semua mengajukan pertanyaan dengan tulus dan ikhlas, tanpa maksud menyinggung siapa pun termasuk saya hehehe. Bahkan, suasana perjumpaan itu selalu ditandai dengan tertawa dan tertawa atas anekdot-anekdot kehidupan yang saya sampaikan, untuk memberi ilustrasi jawaban atas pertanyaan mereka.

Pemilik hak cipta: Aloys Budi Purnomo Pr
Pada kesempatan ini, saya sengaja tidak menarasikan jawaban itu. Agar Anda tidak capek membaca narasi ini. Mungkin, jawaban-jawaban itu akan kutuliskan tersendiri pada saatnya nanti.
Kurang lebih pukul 16.15 mereka berpamitan. Kami sempat berfoto terlebih dahulu, dan bercanda sambil menyaksikan monyet-monyet yang bermunculan di pastoranku hahaha. Berbahagialah mereka disambut juga oleh monyet-monyet itu. Mereka pun terhibur oleh kehadiran monyet-monyet itu.

Pemilik hak cipta: Aloys Budi Purnomo Pr
Yang jelas, kehadiran mereka itu sungguh luar biasa bagiku, Itu menjadi awal persahabatan untuk membangun kerja sama dan silaturahmi di masa mendatang. Kerja sama seperti itu sangat penting, agar kita bisa saling belajar mengenal perbedaan bahkan dalam rangka spiritualitas. Semoga mereka pun menjadi pribadi-pribadi yang saling menghormati dalam keberagaman di masa depan. Saat mereka pamit, saya masih berpesan, “Jagalah bangsa ini karena masa depan bangsa ini ada di tangan kalian!” Mereka pun mengamini pesan itu dengan mantab!
Demikian, semoga bermanfaat. Salam peradaban kasih. Terima kasih berkenan membaca narasi yang akan panjang ini. Tuhan memberkati.***