Sahabat Peradaban Kasih UC News yang terkasih. Dalam kesempatan berbagi pengalaman tentang Gereja yang srawung kepada para pertapa di Pertapaan St. Maria Rawaseneng, saya menawarkan dan mengajak mereka untuk memraktekkan salam ketawa. Seperti apakah?

Referensi pihak ketiga
Minggu (8/4/2018), di akhir memberi konferensi kepada para pertapa, mereka saya ajak untuk tertawa ngakak. Namun saya memohon ijin terlebih dahulu kepada mereka. “Boleh nggak saya menawarkan salam ketawa?” Eh, ternyata mereka sudah langsung tertawa menjawab tawaranku sambil mengatakan, “Boleh….”

Referensi pihak ketiga
Saya pun berseru, “Salam ketawa….” “Hahahaha…” “Salam ketawa….” “Hahahaha…” “Terima kasih… Mari kita bahagia….”

Referensi pihak ketiga
Salam ketawa itu sesungguhnya diperkenalkan kepadaku oleh Om Oei Hong Djien, Sunan dan Empu Seni Rupa Indonesia asal Magelang. Salam ketawa ini selaras dengan anjuran Paus Fransiskus agar kita menjadi orang-orang yang gembira dan bahagia; bukan menjadi orang yang bermuka muram dan dirundung duka. Tandanya sederhana saja, salah satunya bisa tertawa lepas tanpa beban. Hahahaha…

Referensi pihak ketiga
Ternyata, beberapa frater pertapa pun mulai mengajak beberapa tamu yang turut Misa di Taman Doa Pertapaan. “Salam ketawa,” begitu kata Mas Agung kepadaku saat kami pulang ke Semarang. Hahaha… sukses!
Salam ketawa. Salam peradaban kasih. Terima kasih. Tuhan memberkati.***