Sahabat Peradaban Kasih UC News terkasih. Dalam keadaan merasa tersakiti dan terlukai, hati kita bisa terbakar membara untuk menyalahkan orang lain. Mata batin kita menjadi buta. Hati kita dicekam kegelapan dendam. Jiwa kita dilumuri amarah dan benci. Lalu, dengan mudah kita mempersalahkan pihak lain. Namun, ternyata, ada pengalaman dahsyat inspiratif. Alih-alih menyalahkan, lebih baiklah kita mengampuni dan mengasihi.

Referensi pihak ketiga
Sikap menyalahkan pihak lain itu bisa terungkap dalam kalimat, “Kamulah yang membuat saya terpuruk seperti sekarang ini. Kamu sumber penyebab semua beban ini. Saya membenci kamu! Saya marah padamu!” Ucapan-ucapan negatif dan buruk tak hanya dikatakan melainkan juga dilakukan dalam tindakan. Kita menutup diri terhadap pihak yang kita akan menyakiti kita. Kita tak mau berjumpa dengannya. Jangankan berjumpa, kontak melalui telepon tidak. Nomor kontaknya kita block. “Pokoknya aku tak sudi lagi berhubungan denganmu!” Begitulah ucapan dan tindakan menggumpal menjadi racun yang merusak hidup dan diri kita sendiri, baik secara emosional, mental dan bahkan spiritual.

Referensi pihak ketiga
Lalu, kalu kita lebih baik mengampuni dan mengasihi daripada menyalahkan, apa yang harus kita lakukan? Menyalahkan pihak lain tak akan pernah menyelesaikan persoalan, justru menambah ruwetnya lingkaran setan. Maka, alih-alih menyalahkan pihak lain, lebih baiklah mengampuni dan mengasihi. Saat kita bisa mengasihi dan mengampuni yang bersalah kepada kita, kita justru berada dalam disposisi sebagai pemenang jiwa. Inilah tantangan yang bisa dihadapi siapa saja. Namun, berbahagialah saat kita bisa mengampuni dan mengasihi daripada menyalahkan dan mendendam.

Referensi pihak ketiga
Demikian refleksi tentang pengampunan pada kesempatan ini. Semoga bermanfaat. Salam peradaban kasih. Tuhan memberkati Anda.***